Rabu, 08 Juni 2011

Indikator Keberhasilan Pendidikan

Kesejahteraan siswa mestinya diangkat menjadi indikator keberhasilan pendidikan/pembelajaran di suatu sekolah. Kalau dengan sistem pendidikan yang ada sekarang ini siswa menjadi tidak betah belajar, tidak nikmat berada di lingkungan sekolah, mestinya ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan/pembelajaran kita. Asumsi-asumsi yang melandasinya? Konsep-konsepnya? Atau, mungkin hanya pelaksanaannya?
Kita mungkin perlu kembali melihat asumsi-asumsi tentang siswa  yang melandasi sistem pendidikan kita. Asumsi-asumsi yang perlu dipatok sebagai landasan pengembangan konsep pemberdayaan belajar siswa, yang pada gilirannya juga menjadi landasan praktek pendidikan  di sekolah.
  • Siswa adalah makhluk yang bebas membentuk dirinya sendiri
  • Siswa adalah makhluk yang bermartabat
  • Siswa mampu mengontrol dirinya sendiri
  • Siswa adalah "si belajar" dengan karakteristiknya yang khas
 Konsep pendidikan juga perlu ditinjau lagi. Secara sederhana kita sering mengungkapkan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk menanamkan nilai yang kita anggap "baik" dalam diri siswa. Kalau kita mengembangkan suatu konsep bahwa siswa harus diberdayakan untuk belajar, maka konsep pendidikan seperti itu tidak cocok. Siswa bukanlah ladang yang subur tempat orang dosen menanamkan pikirannya. Hubungan dosen dengan siswa tidak dapat dilakukan  seperti halnya hubungan seorang petani dengan ladangnya.
Konsepsi pemberdayaan belajar siswa sangat penting untuk diimplementasi. Masa depan bangsa dan negara kita ada di tangan mereka, yang sekarang ini kita sebut sebagai Siswa. Masa kini adalah masa kita, masa depan adalah masa mereka. Mereka akan mampu melanjutkan membangun bangsa ini, sebagaimana yang dapat kita lakukan sekarang, kalau mereka menyiapkan diri untuk mengambil peran itu  --bukan disiapkan.
Masih banyak fenomena pendidikan/pembelajaran lainnya yang sekarang ini terjadi tanpa disadari mengapa itu dilakukan. Upaya-upaya untuk memperbaikinya juga tidak mudah dilaksanaakan -- ibarat sebagai penyakit keturunan amat sukar disembuhkan. Bagaimanapun juga, untuk memperbaiki penyelenggaraan pendidikan/pembelajaran di sekolah membutuhkan informasi yang memadai tentang karakteristik belajar siswa dan bagaimana menata lingkungan agar siswa dapat belajar dengan caranya yang terbaik.
Salah satu karakteristik siswa, terutama siswa-siswa yang termasuk berbakat, adalah kebutuhan akan kebebasan dalam melakukan kontrol diri. Fenomena-fenomena pendidikan di atas nyata sekali membatasi kebebasan siswa untuk bertindak kreatif-produktif. Hampir semua perilaku dikontrol oleh kondisi atau sistem yang berada di luar diri siswa sehingga yang terbentuk nantinya adalah siswa-siswa yang "manis" dan "patuh" pada kehendak lingkungan.
Secara khusus, meskipun keinginan belajar, cara belajar, dan hal-hal lain yang terkait dengan pemberdayaan belajar  siswa banyak tergantung pada pembawaan, namun sejauh mana belajar itu benar-benar terjadi dalam diri siswa tergantung pula pada kondisi lingkungannya. Banyak siswa yang memiliki potensi belajar tinggi (terutama pada siswa berbakat) tidak dapat menunjukkan keunggulannya karena lingkungannya secara sistematik dan sistemik menghambat pertumbuhan belajarnya. Oleh karena itu, siapapun dia, apabila berniat memberdayakan belajar siswa tatalah lingkungan belajar agar siswa bebas dalam menikmati dunia belajar yang sesungguhnya.
Sekolah dewasa ini kurang mampu menampilkan diri dalam upaya menjawab tantangan ini. Di berbagai sekolah,  sangat mudah ditemukan fenomena-fenomena yang secara sistematik dapat menghancurkan gairah belajar siswa. Sekolah tidak dirancang dengan baik untuk menumbuhkan pribadi-pribadi unggul yang nantinya benar-benar mampu hidup  di era baru.

Dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

THANKS GROSSER

 
Powered by Blogger